Kekhawatiran atas belanja besar-besaran oleh Prabowo yang berpotensi menggerus disiplin fiskal yang telah dibangun oleh pemerintahan sebelumnya turut membebani pasar saham dan mata uang.
“Saya makin sering membeli USDT dalam beberapa bulan terakhir,” kata Chan, mantan eksekutif puncak berusia 40-an dari salah satu konglomerat besar Indonesia, yang meminta agar namanya tak disebutkan.
“Itu memungkinkan saya menjaga nilai aset dan memindahkannya ke luar negeri bila perlu, tanpa harus membawanya secara fisik menyeberangi perbatasan. Prospek ekonomi Indonesia dan risiko terhadap stabilitas politik negara ini benar-benar membuat saya cemas,” tambah dia.
Menurut Bloomberg, hal yang paling dikhawatirkan adalah langkah-langkah Presiden Prabowo Subianto sejak menjabat Oktober lalu, seperti memperluas peran militer, meningkatkan belanja negara, dan kebijakan terkait BUMN. Hal tersebut menjadi penyebab volatilitas di pasar saham serta mata uang.
Prabowo juga menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 8 persen. Untuk mendekati target tersebut, dibutuhkan belanja pemerintah dalam jumlah sangat besar. Investor khawatir hal ini bisa menyebabkan defisit fiskal melebar, utang meningkat, pajak dinaikkan, dan tekanan inflasi yang makin meluas.